Beritasaja.com, Jakarta Dalam rangka memperingati perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Thailand yang jatuh pada hari ini, Rabu (7/5/2025), dilakukan acara penyerahan The World Tipitaka Sajjhaya Phonetic Recitation yang berjumlah 80 volume kepada Perpustakaan Nasional Indonesia.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta itu juga merupakan bentuk penghormatan terhadap ulang tahun ke-6 Yang Mulia Raja Maha Vajiralongkorn Phra Vajiraklaochaoyuhua.
Baca Juga
- Fadli Zon: Buku Sejarah Bakal Direvisi, Termasuk Mengubah Narasi Indonesia Dijajah Belanda 350 Tahun
- Terinspirasi Kesuksesan Jumbo, Sandiaga Uno Ungkap Alasan Utama Berinvestasi di Bidang Film
- Menteri Kebudayaan Nobatkan Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan, Raja Budaya Memiliki Drama Kunci Kemajuan Kebudayaan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang hadir dan memberikan sambutannya mengatakan, acara ini merupakan suatu kehormatan dan keistimewaan yang besar. Menurutnya ini merupakan hadiah yang luar biasa dari Kerajaan Thailand untuk rakyat Indonesia.
Advertisement
"Koleksi 80 jilid yang luar biasa ini lebih dari sekadar harta karun ilmiah.
Koleksi ini merupakan simbol kemurahan hati Thailand dan jembatan budaya, yang menyatukan kedua republik dalam nilai-nilai perdamaian, kebijaksanaan, dan warisan spiritual yang sama," kata Fadli Zon.
Politikus Gerindra ini menegaskan, Indonesia merasa sangat sekali terhormat untuk menjadi penjaga koleksi yang akan disimpan di Perpustakaan Nasional ini, sebagai sebuah institusi yang fundamental untuk pelestarian budaya, keterlibatan intelektual, dan memori kolektif.
Dia juga membayangkan koleksi Tipiṭaka ini akan menginspirasi kolaborasi akademis baru, studi Buddhis, filosofi perbandingan, dan dialog spiritual, terutama di antara kaum muda dan komunitas agama.
Fadli Zon juga menegaskan, bahwa acara penyerahan hari ini merupakan diplomasi budaya.
Diplomasi tidak hanya terbatas pada perjanjian atau kesepakatan ekonomi global, namun juga hidup dalam pertukaran pengetahuan, nilai-nilai, tradisi spiritual, dan komitmen bersama terhadap martabat manusia.
"Pada saat dunia menghadapi tantangan yang besar, kita membutuhkan gerakan perdamaian seperti itu.
Marilah kita mengambil momen ini untuk berkomitmen kembali pada diri kita sendiri untuk melestarikan kekayaan budaya umat manusia, dan untuk memastikan bahwa perdamaian dan kebijaksanaan, seperti Tipiṭaka tidak hanya dibicarakan, tetapi juga dipraktikkan, dihayati, dan dibagikan secara luas," jelas dia.