Beritasaja.com, Jakarta Menteri Kesehatan mental (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan mental (Kemenkes) mewajibkan peserta Program Pembelajaran Dokter Spesialis (PPDS) menjalani tes kesehtan mental.
Langkah tersebut guna mengantisipasi terjadinya kasus kejahatan yang dipicu masalah kejiwaan yang melibatkan peserta PPDS.
"Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan.
Sekarang Kementerian Kesehatan mental akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun," ujar Menkes Budi Gunadi di Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April, dilansir Antara.
Baca Juga
- Dedi Mulyadi soal Kasus Perkosaan oleh Dokter PPDS: Hukuman Harus Tegas Agar Tidak Terulang
- Biadab, Kuli Bangunan di Bekasi Perkosa Dua Anak Kandung Bertahun-tahun
Langkah tersebut juga dilakukan sebagai imbas dari kasus dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan perkosaan terhadap anak pasien rawat inap di RS Hasan Sadikin Bandung.
Advertisement
Hal tersebut dilakukan, kata Budi, karena tekanan mental yang dialami peserta PPDS cukup besar.
"Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau bencana bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki," ucap Budi.
Adapun terkait kasus yang melibatkan dokter PPDS Unpad, Menkes mengatakan perlu adanya perbaikan.
"Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki," jelasnya.
Menkes Budi menjelaskan mengapa diberlakukan pembekuan karena perbaikan akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara.
"Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa," ujar Menkes.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga angkat bicara agar hukum ditegakkan secara tegas dalam kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter residen Program Pembelajaran Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat, demi membangun kepercayaan.
"Saya dengar ada aspek-aspek yang bersifat perdamaian, tapi intinya bukan itu.
Intinya adalah kita harus membangun kembali kepercayaan atau trust yang tinggi terhadap perguruan tinggi dan dunia kedokteran.
Sehingga hukumannya harus tegas," kata Dedi seperti dilansir Antara.
Dia menyampaikan hal tersebut terkait dengan pernyataan kuasa hukum pelaku yang menyebut telah ada perjanjian damai dengan pihak korban, Menurut Dedi, seharusnya kasus ini dipahami bukan hanya soal perdamaian, melainkan soal penciptaan kondisi agar hal serupa tidak terulang.
"Dalam kasus ini, bukan damai yang jadi inti persoalan.
Intinya, kita harus memberikan hukuman tegas agar kejadian serupa tidak terulang.
Kepercayaan masyarakat terhadap institusi universitas dan rumah sakit harus dipulihkan," ujar Dedi.
Dedi menyebut dampak dari kasus tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap universitas tempat bernaung pelaku dan rumah sakit tempat praktiknya.
Menurutnya, saat ini kepercayaan terhadap kedua institusi itu sedang dipertaruhkan.
Oleh karena itu, ia menilai perlu ada tindakan tegas dan keputusan cepat.
"Jadi hukumannya harus tegas dan keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya harus segera diambil.
Karena apa?
Karena itu soal kepercayaan," ucap Dedi.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya evaluasi dalam proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran.
Ia secara terbuka mengkritisi sistem seleksi yang selama ini berjalan.
"Jujur saja, hari ini yang masuk kedokteran itu yang punya uang.
Pintar saja tidak cukup," kata Dedi.
Berikut sederet 5 Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien dihimpun Tim News Beritasaja.com: