Beritasaja.com, Jakarta - Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung menyampaikan DPR berencana mengevaluasi posisi MK lantaran MK terlalu banyak mengerjakan urusan diluar tupoksinya.
Baca Juga
- Komisi X DPR Desak Pengajaran Kedinasan Tak Gunakan Anggaran Pendidikan non-formal
- Jadi Cagub Jakarta, Pramono Anung Ungkap Alasan Belum Mundur dari Jabatan Seskab
- Pengamat Nilai Indonesia Darurat Penyimpangan, DPR Diharap Segera Sahkan RUU Perampasan Aset
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan, pihakmya tak sepakat dan mempertanyakan maksud dan urgensi dari rencana evaluasi tersebut.
Advertisement
“Sekarang ini kita terjadi suatu fakta putusan MK yang menjadikan demokrasi terbuka lebar.
Dan itulah yang diinginkan rakyat.
Atas dasar itu kita melakukan penyikapan untuk merevisi UU MK, ini yang kita pertanyakan,” kata Arteria di Kompleks Parlemen Senayan, dikutip Sabtu (31/8/202).
Arteria menilai, DPR hingga presiden harus melakukan tobat nasuha atau kembali ke aturan dan jalan yang benar.
"Saya menyarankan saat ini kita melakukan tobat nasuha.
Semuanya tobat, presidennya tobat ya DPR-nya juga tobat.
Rakyat memberikan kesempatan untuk kita kembali, kita semua ini kembali untuk berbuat baik, apa?
Buat undang-undang dengan benar, dengan prosedural, dengan penuh kecermatan, penuh kekhidmatan," pungkasnya.
Sebelumnya, Doli mengatakan, DPR akan mengevaluasi posisi MK dalam jangka menengah dan panjang, karena ia menilai MK sudah terlalu banyak mengerjakan urusan di luar tupoksinya.
"Jadi nanti kita evaluasi posisi MK-nya, karena memang sudah seharusnya kita mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketetanegaraan.
Menurut saya, MK terlalu banyak urusan dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK," Doli dalam diskusi daring dikutip dari kanal Youtube Gelora TV, Jumat (30/8/2024).
Doli mencontohkan, soal sengketa pemilu, terutama pilkada yang juga ditangani MK.
Doli menyebut judul lembaganya adalah Mahkamah Konstitusi, tugasnya adalah merewiew UU yang bertentangan dengan UUD 1945, namun kini juga masuk pada hal-hal teknis.
"Disamping itu banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang.
Pembuat undang-undang itu hanya pemerintah dan DPR, tapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ke-3.
Meminjam istilahnya Pak Mahfuz, MK ini melampaui batas kewenangannya," ujarnya.