Beritasaja.com, Jakarta Pengadilan Tindak Pidana Penyimpangan (Tipikor) Jakarta Pusat mulai menggelar sidang perdana untuk tiga terdakwa kasus penyimpangan komoditas timah.
Ketiga terdakwa itu yakni, Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-2019, Rusbani (BN) selaku Kepala Dinas ESDM periode 2019, dan Amir Syahbana selaku Plt Kadis ESDM periode 2019 sekaligus Kadis 2021-2024.
Mereka didakwa merugikan keuangan bangsa sebesar Rp300 triliun.
Baca Juga
- Ikut Tes Capim, Sudirman Said Sebut Kepemimpinan Jadi Masalah KPK
- Penyimpangan Dana Hibah Porprov Kalteng 2023 Segera Disidangkan, Mantan Ketua KONI Kotim Terancam 20 Tahun Penjara
- Vonis Para Terdakwa Penyimpangan Bendungan Paselloreng Wajo 'Terjun Bebas'
"Yang merugikan keuangan bangsa sebesar Rp300.003.263.938.131,14 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Bangsa Perkara Dugaan Tindak Pidana Penyimpangan Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI)," ujar jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Advertisement
Dalam dakwaan Suranto, jaksa menyatakan terdakwa selaku Kadis ESDM Babel telah menyetujui Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) periode 2015-2019 secara ilegal terhadap 5 smelter, yakni PT Refined Bangka Tin beserta perusahaan afiliasinya, CV Venus Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, PT Sariwiguna Binasentosa beserta perusahaan afiliasinya, PT Stanindo Inti Perkasa beserta perusahaan afiliasinya, dan PT Tinindo Internusa beserta perusahaan afiliasinya.
"Yang dengan RKAB tersebut seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing perusahaan smelter dan afiliasinya, akan tetapi RKAB tersebut juga digunakan sebagai legalisasi untuk pengambilan dan mengelola bijih timah hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk," jelas jaksa.
Jaksa mengatakan, terdakwa tidak melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang berkarya sama dengan PT Timah Tbk periode 2015-2019.
Sebab itu, pihak swasta yang berkarya sama dengan PT Timah pun menjadi leluasa dalam aktivitas penambangan secara ilegal dan melakukan transaksi jual beli bijih timah.
"Yang mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan pertambangan yang baik sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Karena pada kenyataannya, RKAB yang telah disetujui tersebut hanya formalitas untuk mengakomodir pengambilan dan pengelolaan bijih timah secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk," jaksa menandaskan.
Atas dasar itu, mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penyimpangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penyimpangan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.