Beritasaja.com, Jakarta Mantan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Ari Suryono menyebut bahwa pemotongan dana insentif ASN ternyata sudah jadi "budaya" di BPPD Sidoarjo.
Dia mengaku hanya mengikuti apa yang sudah dilakukan sejak era bupati sebelumnya, Saiful Ilah.
"Kata Siska Wati dan Hadi Yusuf, sejak dulu memang begitu," ujar Ari pada sidang kedua dugaan pemufakatan pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo dengan terdakwa mantan bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (7/10/2024).
Terdakwa Ari yang sudah dituntut 7 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK ini mengatakan, Gus Muhdlor tidak pernah meminta uang atau dana Rp50 juta per bulan yang diambilkan dari dana potongan insentif pajak tersebut.
Advertisement
Gus Muhdlor, lanjut Ari, cuma meminta bantuan agar penggajian pegawai di Pendopo turut dipikirkan.
BPPD Sidoarjo kemudian memotong insentif pajak ASN.
"Beliau mengatakan kalau di pendopo ada pengawal, sopir, dan pembantu yang bekerja 24 jam.
Mereka tidak digaji dari dana Pemkab.
Beliau minta bantuan agar mereka diurus," ucap Ari.
Terdakwa Ari menegaskan nominal Rp50 juta juga bukan permintaan dari Gus Muhdlor.
Kata Ari, yang meminta uang tersebut adalah staf pendopo, Achmad Masruri.
Achmad Masruri menemui Ari Suryono dan mengatakan kebutuhan pegawai di pendopo mencapai Rp50 juta.
Sejak saat itu, Achmad Masruri menerima uang Rp50 juta setiap awal bulan.
Sebagian besar uang itu dikirim oleh Siska Wati dan terkadang dikirim langsung oleh Ari Suryono.
Gus Muhdlor tidak pernah menerima sepeser pun uang dari BPPD.
Saat baru menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo, terdakwa Ari diberitahu bahwa ada dana "sedekah" yang dipotong dari insentif pajak para pegawai BPPD.
Dana tersebut digunakan untuk biaya kebersamaan seperti karya wisata para pegawai BPPN.
Juga untuk membiayai gaji 12 pegawai yang ada di BPPD yang tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.