Beritasaja.com, Jakarta - Penyidik Subdit Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khsusu (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menetapkan 8 orang sebagai tersangka kasus kejahatan industri perdagangan.
Ada Warga Wilayah hukum Asing (WNA) yang juga ikut bermain dalam kasus ini.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Wadirreskrimsus) Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar menerangkan, delapan tersangka dikelompokkan menjadi tiga klaster yaitu terkait masalah importasi barang, pangan, medis, dan perlindungan konsumen.
Baca Juga
- Masih Syok, Audrey Davis Minta Pemeriksaannya Ditunda Besok
- David Bayu dan AD Bungkam Usai Jalani Pemeriksaan Terkait Kasus Dugaan Video Syur
- Viral Kontes Kemolekan Transgender di Jakarta, Polisi Akan Panggil Pesertanya
Adapun para tersangka adalah enam orang Warga Wilayah hukum Indonesia (WNI) inisial MT (43), DE (42), RE (37), FF (45), M (40), MF (23).
Sedangkan, dua orang lainnya adalah WN Tiongkok inisial LX (43), WN Nigeria yang sudah berstatus WNI inisial A (51).
Advertisement
"Kami tetapkan enam orang WNI, 1 orang Tiongkok, dan 1 orang WNI tetapi eks warga wilayah hukum Nigeria," kata Hendri Umar kepada wartawan, Selasa (6/8/2024).
Hendri menyebut, kerugian wilayah hukum akibat ulah para tersangka ini mencapai belasan miliar rupiah.
Bahkan, beberapa perusahaan pemegang lisensi turut terkena imbasnya karena produknya ditiru.
"Kerugian berkisar Rp12 miliar sampai Rp13 miliar.
Ditambah keuntungan sebesar Rp5,1 miliar kami ambil dari omset pendapatan bulanan dan keuntungan dalam usaha mereka," ucapnya.
Hendri membeberkan, kejahatan di bidang importasi ada empat perkara yakni mengimpor dan memperdagangkan barang-barang elektronik yang tidak bersertifikat, berupa peralatan drone dan jam digital.
Berikutnya, dugaan tindak pidana kesediaan farmasi berupa salep diduga berasal dari China diperdagangkan tanpa izin edar.
Ketiga, memperdagangkan kosmetik muka dari Nigeria, di mana berbagai macam mereknya tidak memiliki izin edar.
Keempat, menyimpan dan memperdagangkan pakaian bekas impor yang tidak sesuai dengan standar dan mutu yang diedarkan.