Beritasaja.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik strategis dan Keamanan lingkungan (Polhukam), Mahfud Md merespons keputusan Polda Metro Jaya yang menghentikan kasus pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sejumlah warga Jakarta mendukung calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Menurut Mahfud, kasus tersebut sebenarnya bisa masuk ranah pidana.
Hanya saja, polisi lebih mempertimbangkan bahwa kasus tersebut merupakan pidana pemilu yang harus diputus oleh Bawaslu.
Advertisement
Baca Juga
- Cek Fakta: Hoaks Iuran BPJS Kesehatan mental Naik Jadi Rp 400 Ribu per Bulan
- Waspada Modus Judi Online Berkedok Transaksi Ekspor-Impor hingga Penukaran Valuta Asing
- Fahri Hamzah: Jakarta Tidak Perlu Pilkada, Harusnya Bisa Aklamasi Pasangan Ridwan Kamil-Suswono
"Saya kira Polda punya pertimbangan-pertimbangan politis, meskipun Polda sebenarnya kalau mau nyokok sekarang bisa.
Ada alasannya kok secara hukum," kata Mahfud dikutip dari YouTube Beritasaja, Rabu (21/8/2024).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu tidak mempermasalahkan langkah penyidik Polda Metro Jaya yang menghentikan perkara tersebut.
Karena itu, ia mendorong Bawaslu segera membuktikan apakah perkara pencatutan NIK tersebut terdapat pelanggaran etika dan pidana pemilu.
"Kalau memang mau ya gampang aja, Bawaslu segera buktikan memang ada pelanggaran etika dan itu harus dibatalkan.
Sesudah itu pidananya disalurkan," ucap Mahfud.
Ia berpendapat, jika kasus dugaan pencatutan NIK tidak diusut tuntas maka akan menjadi preseden buruk penyelenggaraan Pilkada, sehingga kasus tersebut berpotensi terulang di masa mendatang.
"Sebab itu biar Bawaslu dong yang segera mengumumkan ada kepalsuan suara, kepalsuan KTP, kepalsuan tanda tangan dukungan, kalau ada ya mesti dicoret.
Kalau itu tidak ya, nanti orang melakukan pencurian data dengan seenaknya," tegas Mahfud.
Sebelumnya, polisi memutuskan menghentikan proses penyelidikan kasus dugaan pencatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk mendukung bakal pasangan calon jalur independen Dharma Pongrekun dan Kun Wardana di Pilkada Jakarta.
Hal itu sebagaimana hasil dari gelar pekara yang dilakukan oleh pihak kepolisian pada hari ini, Senin, 19 Agustus 2024.
"Forum gelar sepakat untuk menghentikan penyelidikan atas penanganan perkara aquo," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Senin (19/8/2024).
Ade Safri mengatakan, pihaknya telah mempelajari dan menganalisa materi laporan.
Rupanya, dugaan tindak pidana yang dilaporkan telah diatur secara khusus dalam pasal 185A Undang Undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang Undang.
"Dalam tindak Pidana pemilihan, maka satu-satunya lembaga yang berwenang menerima laporan pelanggaran etika pemilihan adalah Badan Pengawas Pemilu, sedangkan Polri adalah lembaga yang menerima penerusan laporan dari Badan Pengawas Pemilu," ucap dia.
Terkait hal ini, Ade Safri menjelaskan, kepolisian memberikan saran kepada pelapor agar melaporkan ke Bawaslu sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang yang berlaku.
"SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) akan dikirimkan ke pelapor," tandas dia.