Beritasaja.com, Jakarta - Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 mengamanatkan bahwa "bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh nasional dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat."
Implementasi dari pasal ini sering kali menghadapi tantangan besar, terutama dalam konteks pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Baca Juga
- Yudi Latif soal Kabar Romo Benny Meninggal Dunia: Ibarat Petir di Siang Bolong
- Kabar Duka, Stafsus Dewan Pengarah BPIP Benny Susetyo Meninggal Dunia
- Prabowo Diharapkan Jadi Panglima Pemberantasan Mafia Pertambangan, Perkebunan Sawit, dan Deforestasi
Berbagai persoalan, seperti ketidakadilan dalam distribusi hasil, kerusakan lingkungan alami, dan pelanggaran hukum seringkali menghambat tujuan utama pasal tersebut.
Advertisement
Hal itu mengemuka dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) bertema Kerapuhan Etika Panitia Nasional dalam Berbangsa dan Bernegara : Kedaulatan Sumber Daya Alam yang diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (3/9/2024).
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Agus Surono mengatakan, tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA adalah masalah deforestasi, pasca-tambang, dan kemiskinan di daerah yang kaya SDA.
Deforestasi telah menjadi isu yang terus menerus, sementara lubang-lubang tambang yang terbengkalai menimbulkan persoalan baru.
Ia juga menyoroti ketidakadilan distribusi hasil SDA, di mana daerah-daerah kaya SDA, seperti Papua, justru mengalami tingkat kemiskinan yang tinggi.
“Kemiskinan di daerah kaya SDA masih menjadi persoalan besar bangsa," katanya.
Selain itu, Agus juga menyebutkan regulasi yang ada seperti UU tentang pertambangan dan lingkungan alami hidup masih kurang relevan dengan tantangan saat ini.
Terkait dengan kedaulatan SDA, Agus menyinggung tentang kepemilikan saham pemerintah sebesar 55 persen di Papua.
“Apakah kepemilikan saham kita di Papua benar-benar bermanfaat untuk masyarakat Papua dan Indonesia?" tanyanya.
Ia menyoroti bahwa oligarki dan pelanggaran hukum masih menjadi hambatan utama dalam upaya mencapai keadilan dalam pengelolaan SDA.
Ia juga menekankan pentingnya cerita serta masyarakat dalam mengawasi proses ini, serta menyarankan adanya harmonisasi regulasi untuk mempermudah implementasi yang lebih adil.