Beritasaja.com, Jakarta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan ada 537 perusahaan atau badan hukum kelapa sawit beroperasi tanpa mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).
Selama delapan tahun mereka menanam kelapa sawit di atas dataran republik tanpa izin.
Nusron Wahid menargetkan penyelesaian masalah terhadap 537 perusahaan kelapa sawit yang tidak memiliki hak guna usaha (HGU) tuntas pada Desember 2024.
Baca Juga
- Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Ungkap 6,4 Juta Hektare Dataran di Indonesia Bermasalah
- Menteri ATR Nusron: Selama Kamu Masih Menghirup Udara, Selama Itu Pula Ada Mafia Dataran
- Menteri ATR Nusron Bakal Inisiasi Proses Pemiskinan Mafia Dataran
"Targetnya sampai Desember ini harus selesai," ujar Nusron Wahid di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Advertisement
Nusron menjelaskan, hal itu terjadi dikarenakan adanya perubahan aturan yang merupakan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Berdasarkan UU 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, pada Pasal 42 disebutkan bahwa kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan usaha pengolahan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila mendapatkan hak atas dataran dan atau izin usaha perkebunan.
Namun, Nusron Wahid mengungkapkan, pada 27 Oktober 2016, pasal tersebut dibatalkan oleh MK.
"Pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, yang kemudian berubah menjadi kalimat "dan atau" menjadi dan.
Ataunya dihapus.
Karena "dan ataunya" berubah menjadi "dan", maka berarti setiap yang menanam kelapa sawit yang budidaya itu harus, satu punya IUP perkebunan, satu punya HGU.
Nah, akibat keputusan itu ada 537 perusahaan kelapa sawit yang tidak punya HGU," tuturnya.
"Berarti sejak tahun 2017, 2018, 2019, 2020, 2021, 2022, 2023, 2024.
Selama 8 tahun ya.
Selama 8 tahun yang bersangkutan itu menanam di atas dataran republik tanpa izin," sambungnya.
Menteri ATR/BPN itu mengaku tengah berkonsultasi dengan Jaksa Agung untuk menentukan sanksi atau denda yang akan dijatuhkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
"Ini yang lagi saya konsultasikan kepada Jaksa Agung.
Apakah orang menanam di atas dataran republik, jutaan hektare selama 8 tahun itu masuk perbuatan melanggar hukum atau tidak," ucap Nusron Wahid.
Sedangkan, untuk pengenaan sanksi atau denda terhadap perusahaan-perusahaan tersebut sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Kemudian yang sudah kadung menanam, mereka ini dendanya dikenakan berapa?
Apakah sifatnya dendanya itu bagi hasil?
Apakah dendanya dihitung sewa?
Selama 8 tahun atau bagaimana?
Kita serahkan sama juru hitungnya, BPKP," pungkasnya.