Beritasaja.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan mengaku, pihaknya sudah mengetahui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas calon kepala daerah pada Pilkada 2024.
Menurut pria yang akrab disapa Zulhas ini, seluruh partai politik luar negeri yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus sedang mempelajari putusan MK tersebut.
Advertisement
Baca Juga
- Bahlil Singgung Raja Jawa Saat Pidato di Munas Partai Golkar: Jangan Main-main, Celaka Kita
- Mengenal Badan Legislasi, Tugas dan Wewenangnya di DPR
- Polisi Hentikan Kasus Pencatutan NIK Dukung Dharma-Kun, Mahfud: Itu Pertimbangan Politis
"Lagi kami pelajari," ungkap Zulhas dikutip dari YouTube Beritasaja, Rabu (21/8/2024).
Zulhas menambahkan, KIM Plus sudah menggelar rapat sejak Selasa 20 Agustus 2024 untuk menyikapi putusan MK yang mengubah ambang batas calon kepala daerah pada Pilkada 2024.
Ia berjanji dalam waktu dekat KIM Plus akan memberikan respons terkait hal tersebut.
"KIM sudah rapat mulai semalam.
Nanti akan kami berikan respons ya," singkat Zulhas.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada.
Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik praktis dapat mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Tentunya dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, "Dalam hal Partai Kenegaraan atau gabungan Partai Tata negara mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik praktis yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Hakim Mahkamah Konstitusi Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Nasional Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.
Inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada tersebut tentu berdampak pada pasal lain, seperti Pasal 40 ayat (1).
"Keberadaan pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016," ungkapnya.
Adapun isi pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebelum diubah yakni, "Partai Politik dalam negeri atau gabungan Partai Politik praktis dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan."
Atas gugatan tersebut, MK memutuskan mengabulkan sebagian dengan amar putusan yang mengubah isi dari Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Pilkada sebagai berikut:
Partai politik global atau gabungan partai tata negara peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
- Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai pemerintahan atau gabungan partai tata negara peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut
- Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik global atau gabungan partai politik luar negeri peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di provinsi tersebut
- Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai perpolitikan atau gabungan partai politik luar negeri peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut
- Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai kenegaraan atau gabungan partai politik dalam negeri peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
- Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik praktis atau gabungan partai politik luar negeri peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di kabupaten/kota tersebut
- Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai perpolitikan atau gabungan partai kenegaraan peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen di kabupaten/kota tersebut
- Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai tata negara atau gabungan partai kenegaraan peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di kabupaten/kota tersebut
- Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik dalam negeri atau gabungan partai politik strategis peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen di kabupaten/kota tersebut.