Beritasaja.com, Jakarta Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI masa jabatan 2024-2029 resmi dilantik dalam Sidang Paripurna Pengucapan Sumpah/Janji Anggota MPR/DPR/DPD RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Adapun, anggota MPR terdiri atas seluruh anggota DPR dan DPD RI dengan jumlah 732 orang.
Anggota DPR RI yang telah dilantik berjumlah 580 orang, sedangkan anggota DPD RI yang telah dilantik sebanyak 152 orang.
Baca Juga
- Daftar 580 Anggota DPR RI Periode 2024-2029 yang Sudah Resmi Dilantik Hari Ini
- Puan soal Penambahan Jumlah Komisi di DPR: Kita Lihat Nanti dalam Rapat Selanjutnya
- Kembali Jadi Pimpinan DPR, Dasco: Kami Harus Lunasi Utang kepada Rakyat
Untuk komposisinya, 307 Anggota DPR merupakan incumbent atau periode sebelumnya.
Kemudian, 273 merupakan pendatang baru atau baru pertama kali duduk sebagai anggota DPR RI.
Advertisement
Sedangkan untuk DPD datanya terbalik, di mana incumbent atau anggota sebelumnya berjumlah 67 orang, sedangkan ada 85 anggota merupakan anggota baru.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengatakan, ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dibereskan dari periode sebelumnya.
Yaitu terkait fungsi legislasi (menyusun dan membahas undang-undang) dan fungsi pengawasan.
"Sehingga pekerjaan rumah terbesar anggota dewan yang baru, itu memang di fungsi soal legislasi dan soal pengawasan.
Karena itu yang menjadi titik krusial sehingga anggota dewan ini bisa optimal atau enggak perannya ke depan," kata dia kepada Beritasaja.com, Selasa (1/10/2024).
Agung menyadari komposisi koalisi partai di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin memang mempengaruhi soal fungsi pengawasan ini.
Di mana komposisi itu nyaris sama untuk pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nantinya.
"Kalau untuk fungsi legislasi harusnya bisa ya, apalagi kalau memang mereka punya 'koalisi yang besar'.
Harusnya bisa akseleratif, bisa lebih maksimal.
Tapi kalau untuk soal fungsi pengawasan, ini menjadi tanda tanya besar.
Karena tadi ya, semuanya merapat pada koalisi besar dan ada kekhawatiran pengawasannya hanya bersifat normatif, tidak subtantif.
Sehingga peran-peran yang dalam untuk bisa lebih lanjut dilakukan menjadi tereduksi," ungkap dia.
Karena itu, mengingat koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran yang bakal gemuk, tak hanya bisa mengandalkan DPR saja, tapi peran seluruh elemen bangsa dalam hal ini publik juga harus ikut serta.
Agung pun menjelaskan, people of power atau kekuatan publik sudah dibuktikan nyata saat DPR periode lalu di akhir masa jabatannya hendak merevisi UU Pilkada tanpa mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Yang akhirnya, para anggota DPR hanya mengesahkan UU Pilkada sebagaimana ketentuan putusan MK.
"Pressure publiknya tinggi.
Kalau pressure publik enggak (tidak ada tekanan publik), maka anggota dewan ini ya jalan terus, pasti.
Jadi kalua ingin anggota dewan kita kuat, ya publiknya harus kuat juga sebagai pihak yang diwakili oleh anggota dewan itu," jelas dia.
Agung menegaskan, peranan publik penting karena para anggota parlemen ini tak bisa lepas dari kepentingan kenegaraan mereka, terlebih para anggota DPR yang masih ada hierarki kenegaraan dari fraksi dan DPP partai mereka sendiri, yang bisa berujung PAW jika melenceng atau tak menuruti apa kata partai.
"(Masyarakat) harus lebih terlibat, berpartisipasi, lebih intens mengawasi kinerja dewan ini, kalau memang mau aspirasi mereka (didengar).
Jadi mereka tidak bisa pasif, kemudian harapkan semuanya bisa berjalan dengan sendiri, mewakili mereka," kata dia.
Menurut Agung, publik tak bisa lagi berharap kepada aktor-aktor seperti mahasiswa dan aktivis saja sebagai garda terdepan.
Di mana penolakan revisi UU Pilkada yang membuat elemen seperti artis, musisi, bahkan komedian itu pun mencerminkan memang sudah waktunya semua publik harus terlibat dari berbagai kebijakan yang dianggap tak berpihak ke masyarakat.
"Enggak bisa lagi kita ngarepin aktor-aktor yang biasa maju untuk berdemonstrasi, mereka lagi-lagi enggak bisa.
Ini harus semuanya bergerak," jelas dia.
Di sisi lain, soal nama pimpinan DPR RI yang diisi nama lama seperti Puan Maharani, Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustofa dan Cucun Syamsurizal adalah hal yang wajar.
Karena akan sulit bagi mereka yang baru bisa menduduki jabatan tersebut.
Namun, Agung mengingatkan mereka harus bisa berkolaborasi dengan mereka yang baru, apalagi yang muda.
"Jadi yang lama-lama, petahana ini bisa mengajari, membimbing orang-orang yang barunya agar lebih baik dari mereka, bukan malah sebaliknya," ungkap dia.