Beritasaja.com, Jakarta Matahari baru mulai menyingsing ketika pria paruh baya menyusuri jalanan berbukit.
Dengan name tag TVRI terpasang di dada dari kemeja birunya, pria itu mengendalikan stang sepeda motor bebeknya.
Melintas jalan berkelok menyusuri jalan yang belum beraspal.
Tiap kali melintas, debu berterbangan dari belakang kedua roda motornya.
Mendekati tempat bekerja, jalan yang dilaluinya tak makin mulus.
Pedal gas motor bebek itu harus diputar lebih dalam agar bisa melalui tanjakan jalur berbatu.
Di ujung jalan, plang bertuliskan TVR Boroko sudah terlihat.
Sebuah menara pemancar menjulang tinggi di belakangnya.
Baca Juga
- Jokowi Terima Medali Loka Praja Samrakshana, Kapolri: Penghormatan Institusi
- Prabowo Temui Jokowi di Solo pada Minggu Siang, Bahas Kabinet?
- Jokowi Anugerahkan Tanda Kehormatan Nugraha Sakanti ke 7 Satuan Polri
Pria itu bernama Abdurrahman Kampi.
Dia pegawai TVRI yang bertugas di Stasiun transmisi Boroko berada di pegunungan Solok, Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara.
Kantornya benar-benar terpencil di atas bukit.
Tak ada bangunan lain hanya hamparan pepohonan hijau dan laut lepas yang tampak dari kejauhan.
Advertisement
“Pada awalnya ada tantangan maupun kendala.
Di mana kami mencapai lokasi pemancar ini dari Trans Sulawesi harus berjalan kaki karena jalan akses menuju pemancar dalam keadaan rusak berat,”
Di kantor inilah Abdurrahman menjadi `penjaga` pemancar selama 20 tahun.
Saban hari berkutat dengan layar peralatan pemancar untuk memastikan siaran TVRI tetap mengudara di Bolaang Mongondow Utara.
Abdurrahman boleh saja bekerja di perbukitan.
Namun dia mengelola beragam peralatan siaran modern.
Pemancar ini memakai jaringan televisi melalui teknik ITTS-2 berkekuatan 2 kilowatt.
Lewat jari Abdurrahman yang saban hari mengutak-atik peralatan pemancar, warga di enam kecamatan di Bolaang Mongondow Utara, bahkan hingga Gorontalo Utara, bisa santai menikmati siaran TVRI.
Abdurrahman Kampi hanya satu dari banyak pekerja di bidang pertelevisian yang punya tugas besar selama 10 tahun terakhir.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Kegiatan dan Informatika (Kominfo) punya gawe besar.
Mengubah siaran analog memasuki era baru teknik digital.
Selama 60 tahun penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke terbiasa menikmati layanan siaran TV analog.
Namun lebih dari separuh abad itu pula banyak daerah belum menerima siaran terestrial secara baik.
Di wilayah perkotaan masyarakat masih ada warga yang menonton tayangan TV dengan gambar berbintik dan suara tak jelas.
Warga di Daerah Tertinggal, Terluar, dan Terpencil (3T) lebih memprihatinkan lagi.
Jangankan menonton TV, sinyal dari jaringan pemancar tak sampai ke wilayah mereka.
Kalaupun terpaksa, mereka akan membeli antena parabola.
Yang harganya tentu bisa menguras dompet.
Cerita 60 tahun itu perlahan-lahan mulai hilang.
Pada 28 Agustus 2016 sore, TVRI pamer lompatan besar di depan Menteri Kominfo yang kala itu dijabat Rudiantara.
Bertepatan hari ulang tahun ke-54, TVRI resmi menyajikan konten siaran digital untuk 29 ibu kota provinsi di Indonesia.
Pencapaian ini menandai era baru TVRI Go Digital.
"Selain menjadi LPP (Lembaga Penyiaran Publik), TVRI perlu menjadi TV digital pertama di Indonesia juga.
Sejak berdiri tahun 1962, TVRI disamping sebagai LPP Lembaga Penyiaran Publik, penting juga untuknya menjadi pioner dalam Televisi Digital," pesan Rudiantara kala itu
Namun langkah go digital kala itu belum cukup.
Masih ada daerah 3T di Indonesia tak terjangkau siaran televisi.
Jangankan digital, sinyal siaran analog saja belum bisa tertangkap.