Beritasaja.com, Jakarta - Tim Detasemen Khusus atau Tim Densus 88 Antiteror Polri mengulas awal mula terduga teroris remaja berinisial HOK (19) terpapar ideologi ISIS hingga berujung keinginan melakukan bom bunuh diri.
Paham radikal tersebut nyatanya diterima HOK melalui sosial media (sosmed).
Baca Juga
- Kronologi Penganiayaan di Daycare Depok, Ketahuan Berkat Teriakan Histeris Si Anak
- Momen Mendebarkan 2 Pesawat Hampir Bertabrakan di Langit New York, Begini Kronologinya
- Kronologi Aktor Bollywood Ditangkap Bea Cukai, Kok Bisa?
Kabag Renim Densus 88 Antiteror Polri Brigjen Aswin Siregar merespons pertanyaan publik perihal remaja usia 19 tahun itu apakah benar pelaku murni atau ada yang mendalangi.
Advertisement
"Jadi kita mencoba melakukan profiling terhadap tersangka HOK, tersangka terduga teroris HOK ini memang sejak beberapa tahun terakhir tidak lagi mengikut pendidikan dasar formal," ujar Aswin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).
"Dia memang pernah bersekolah di SDIT, kemudian setelah itu lebih banyak mengikuti pendidikan dasar pendidikan dasar informal sampai dengan jenjang SMA," sambung dia.
Menurut Aswin, kronologi yaitu HOK pada sekitar November 2023 lalu berinteraksi dalam sebuah grup sosial media yang membawanya termotivasi untuk mendalami Daulah Islamiyah.
"Jadi prosesnya amat cepat, itu pengaruh dari media sosial tersebut.
Yang bersangkutan bergabung dengan salah satu grup, kemudian di grup tersebut terjadi interaksi antara tersangka dengan seseorang, kemudian yang bersangkutan ditawarkan untuk ikut lagi ke grup sosmed yang lebih spesifik.
Bahkan itu berbayar.
Yang bersangkutan membayar dengan uang jajannya," terang dia.
Di dalam grup tersebut, lanjut Aswin, HOK mendapatkan banyak video yang terkait dengan propaganda ISIS hingga Daulah Islamiyah.
Seperti, kata dia, konten eksekusi, peperangan, aktivitas baiat, hingga rekaman berbagai penjelasan atas tindakan yang dilakukan ISIS disebut telah sesuai dengan syariat Islam.
"Jadi video-video ataupun konten-konten tersebut didapat melalui sebuah grup sosial media.
Karena yang bersangkutan masih penasaran, bergabung lagi ke dalam beberapa grup telegram kelompok-kelompok radikal yang lintas bangsa, lintas bangsa," ungkap Aswin.