Beritasaja.com, Jakarta - Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok memberikan penjelasan terkait penanganan hukum mengenai Restoratif Justice (RJ).
Namun, penanganan kasus asusila tidak dapat digunakan dalam penanganan hukum melalui RJ.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M.
Arief Ubaidillah, menyatakan bahwa penghentian penuntutan dengan RJ dilakukan secara ketat sesuai dengan pedoman Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Baca Juga
- Kuasa Hukum Sandi Pertanyakan Kinerja Kejari Depok Usut Dugaan Penyelewengan Damkar
- Kampanye Hitam dan Hoaks Disebut Ancaman Serius dalam Pilkada 2024
- HUT ke-79 RI, Kejari Depok Dorong Semangat Nasionalisme dan Peduli Ekologi
Kasus-kasus yang bisa diselesaikan melalui RJ antara lain pencurian sesuai Pasal 362 KUHP, penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP, serta pengrusakan yang diatur dalam Pasal 406 KUHP.
Advertisement
“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus melalui mekanisme yang sangat sekali hati-hati dan terukur, karena tujuannya adalah untuk menjaga kebijakan ini agar tetap relevan dengan prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat,” ungkap Arief kepada Beritasaja.com, Rabu (25/9/2024).
Arief menjelaskan, penanganan tindak pidana perlindungan anak, berdasarkan data Kejari Depok hingga September 2024, terdapat 54 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Negeri Depok.
Dari jumlah tersebut, 34 berkas perkara telah diterima oleh Kejaksaan.
“Sebanyak 28 berkas yang dinyatakan lengkap atau P-21 dan siap untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan pada tahun 2024,” jelas Arief.
Saat disinggung kasus anak terkait asusila dapat dilakukan RJ atau tidak, Arief menegaskan penerapan keadilan RJ, pada kasus asusila terhadap anak tidak dapat dilakukan.
Menurutnya kasus asusila anak tidak memenuhi syarat untuk penghentian tuntutan melalui RJ.
“Tidak ada restorative justice untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak.
Tidak memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” tegas Arief.