Beritasaja.com, Jakarta - Sidang lanjutan kasus penyelewengan timah menghadirkan Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita pada Jumat, 6 November 2024.
Dalam kesempatan itu, Romli menekankan pentingnya memahami ketentuan hukum dalam Undang-Undang Tindak Pidana Penyelewengan (UU Tipikor), terutama jika penyidik tidak menemukan bukti yang cukup.
Menurut Romli, UU Tipikor sebenarnya telah mengatur jalan keluar bagi penanganan kasus yang tidak memiliki cukup bukti pidana, melalui ketentuan Pasal 32 ayat 1.
Baca Juga
- Kejagung: Ada 241 Kasus Narkoba Diselesaikan Lewat Restoratif Justice
- Kejagung Tegaskan Penetapan Tersangka Korporasi di Kasus Duta Palma Sesuai Prosedur
- Penetapan Tersangka Tom Lembong Diduga Bermuatan Politis, Komnas HAM Diminta Lakukan Investigasi
“Jika penyidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup, tapi ada kerugian keuangan republik yang signifikan, maka penyidik wajib melimpahkan perkara tersebut ke Jamdatun (Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Republik) untuk kemudian dilakukan gugatan perdata,” tuturnya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Advertisement
Menurut Romli, tidak mudah membuktikan perbuatan melawan hukum atau penyelewengan wewenang.
Sebab itu, penyusun undang-undang memberikan opsi escape clause dalam Pasal 32.
Gugatan perdata pun dapat diajukan untuk memulihkan kerugian republik, bukan melalui mekanisme pidana. “Kalau demikian, kerugian keuangan republik itu bukan norma pidana, melainkan norma perdata, seperti ganti rugi dalam urusan perbuatan melawan hukum,” jelas dia.
Romli sempat mengulas perbedaan mendasar antara kerugian keuangan republik dan kerugian perekonomian republik.
Untuk kerugian keuangan republik, lebih mudah dibuktikan karena memiliki dasar hukum yang jelas, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Republik dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Republik.