Beritasaja.com, Jakarta Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok berupaya melakukan pencegahan hoaks dan kampanye hitam pada Pilkada 2024, yang dinilai menjadi ancaman serius dalam pesta demokrasi tersebut.
Kepala Subseksi Perekonomian Keuangan dan Pengamanan Pembangunan Strategis pada Seksi Intelijen Kejari Depok, Alfa Dera mengatakan, hoaks atau informasi palsu menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi masyarakat di era digital.
Baca Juga
- Platform Medsos Diminta Aktif Lakukan Upaya Tangani Hoaks Selama Pilkada 2024
- Cek Fakta: Tidak Benar Artikel PM Singapura Sebut Indonesia Tidak Akan Maju karena Gila Agama
- Peralihan Musim Terjadi di Bengkulu, BMKG Imbau Warga Tak Termakan Hoaks soal Iklim
Untuk itu, dia mengajak media melalui IJTI Korda Depok menangkal hoaks.
Advertisement
"Hoaks adalah informasi bohong yang dimaksudkan untuk mengelabui, membuat publik menerima sesuatu yang tidak benar," ujar Alfa di Depok, Sabtu (14/9/2024).
Dia menjelaskan, istilah hoaks tidak dikenal secara formal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
Namun, penyebaran berita bohong sudah diatur dalam KUHP dan beberapa undang-undang lain, termasuk UU ITE atau Pasal 28 jo Pasal 45A UU 1/2024,
"Setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan atau mentransmisikan informasi bohong melalui media elektronik dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan dikenai denda maksimal Rp1 miliar," tutur Alfa.
Tak hanya hoaks, dia menuturkan, kampanye hitam menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan Pilkada.
Berdasarkan UU 8/2015, kampanye hitam didefinisikan sebagai kampanye yang mengandung hasutan, fitnah, serta adu domba terhadap individu, partai politik luar negeri, atau kelompok masyarakat.
"Hal ini tercermin dalam Pasal 69 UU 8/2015 yang melarang segala bentuk kampanye yang bertujuan untuk menghasut atau memfitnah,kata dia.
Pelanggaran peraturan atas larangan kampanye hitam diatur dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu, menyebutkan bahwa tindakan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana hingga 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp24 juta.
Kampanye hitam, dapat meningkatkan polarisasi di masyarakat, terutama melalui isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
"Isu-isu sensitif ini sering dipolitisasi untuk mengadu domba masyarakat, sehingga mengalihkan perhatian dari debat yang seharusnya ketepatan pada program kerja," ungkap Alfa.
Penyebaran hoaks dan kampanye hitam tidak hanya berdampak pada reputasi para kandidat, tetapi terhadap kredibilitas Pilkada itu sendiri.
Pemilih yang terpapar informasi salah akan cenderung membuat keputusan berdasarkan data yang tidak benar, pada akhirnya menurunkan kualitas pemilihan.
"Kami melihat adanya penurunan tingkat partisipasi pemilih di beberapa wilayah karena masyarakat merasa Pilkada dipenuhi oleh kampanye hitam dan tidak lagi adil," tutur Alfa.