Beritasaja.com, Jakarta - Menjelang penetapan nomor urut pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta digeruduk massa pendemo yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta.
Pantauan Beritasaja.com, puluhan pendemo berbaju putih itu membawa spanduk “Coblos Tiga Paslon”.
Mereka hanya bisa menyuarakan pendapat di samping Kantor KPU, sebab jalan depan kantor pengatur pemilu itu sudah steril dan dijaga polisi.
Baca Juga
- 1.321 Personel Gabungan Amankan Pengundian Nomor Urut Pilgub Jakarta dan Pilwalkot Tangsel
- Penampilan Dewa 19 feat Ello Meriahkan Hari Terakhir Festival Musik PestaPora 2024
- Cuaca Besok Selasa 24 September 2024: Langit Pagi Jabodetabek Cerah Berawan
Perwakilan JRMK, Andi Apriyandi menyatakan gerakan coblos tiga paslon dan golput adalah bentuk protes rakyat yang selama ini tidak didengar suaranya saat pemilihan paslon.
Advertisement
“Golput sebagai protes rakyat.
Pilkada adalah momen penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin yang mampu mengelola kota dengan baik dan mendengar suara rakyat, terutama warga miskin kota,” kata Andi di depan KPU Jakarta, Senin (23/9/2024).
Andi menyebut, seharusya, Pilkada menjadi ajang adu gagasan dan visi, di mana rakyat bisa memilih pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah warga.
“Masalah seperti warga Kampung Bayam yang mash terhambat aksesnya ke Kampung Susun, warga Kampung Gang Lengkong yang terancam digusur oleh perusahaan, dan pedagang keil di Ancol yang menghadapi ancaman pencabutan izin usaha mereka.
Namun, harapan ini pupus melihat apa yang terjadi di Pilkada Jakarta 2024,” kata dia.
Menurut Andi, Pilkada Jakarta hanya jadi permainan elite dan tidak mampu memunculkan calon yang dibutuhkan Jakarta.
“Alih-alih menjadi ajang demokrasi yang sehat, Pilkada Jakarta malah jadi permainan perpolitikan para elite.
Partai-partai yang seharusya bisa memunculkan banyak calon untuk rakyat, justru membentuk koalisi besar di belakang satu calon, menjegal munculnya calon potensial lain,” kata dia.
“Pilkada akhirnya hanya jadi alat bagi para elite untuk melanggengkan kekuasaan, bukan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat kecil,” sambungnya.