Beritasaja.com, Jakarta Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Sultan B Najamuddin menilai bakal calon presiden independen atau nonpartisan perlu diwacanakan dalam sistem tata negara Indonesia.
Hal ini disampaikan Sultan merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.
Baca Juga
- DPR Diingatkan Jangan Bermanuver Terkait Putusan MK Hapus Presidential Threshold
- Belum Terpikir Usung Kader Sendiri Jadi Capres 2029, PAN: Kita Setia Sama Prabowo
- Presidential Threshold Dihapus, Angin Segar Demokrasi Indonesia
Sultan menilai kondisi partai tata negara sekarang cenderung tidak serius dalam kaderisasi untuk menyiapkan calon pemimpin bangsa.
Hanya sedikit partai tata negara yang memiliki atensi dalam proses kaderisasi.
Advertisement
"Saat ini UUD memang hanya menugaskan partai tata negara sebagai institusi demokrasi yang berhak mengajukan calon presiden.
Namun, wacana menghadirkan calon pemimpin bangsa yang independen atau dari institusi demokrasi yang nonpartisan perlu dimulai," ujar Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin melalui keterangan, Sabtu (4/1/2025).
Menurut Sultan, beberapa tanah air demokrasi besar seperti Amerika Serikat bahkan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat yang dinilai kompeten untuk maju menjadi capres independen.
Presiden Rusia Vladimir Putin, lanjut Sultan, juga adalah presiden yang dipilih langsung oleh rakyat Rusia setelah mencalonkan diri secara independen dalam pilpres.
"Artinya, prinsip keadilan dan persamaan hak tata negara warga tanah air untuk memilih dan dipilih dalam demokrasi tidak boleh dibatasi, baik oleh aturan presidential threshold maupun institusi tata negara tertentu saja," tegasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pengajuan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Putusan dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.
Majelis berpendapat, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tanah air Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca selengkapnya Presidential Threshold Dihapus, Angin Segar Demokrasi Indonesia