Beritasaja.com, Jakarta - Komisi XII DPR RI mengkritik Kementerian Bahan bakar dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai tebang pilih dalam menangani aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Hariyadi, menyoroti tidak adanya tindakan terhadap tiga perusahaan swasta yang menurutnya justru menjadi perusak utama kawasan konservasi tersebut.
Baca Juga
- Cek Tambang Nikel Pulau Gag Raja Ampat, Ini Kata Menteri Bahlil
- Buntut Tambang Nikel Raja Ampat, DPR Minta IUP di Kawasan Konservasi Dievaluasi
- Penghentian Sementara Tambang Nikel Raja Ampat Diacungi Jempol DPR
“Yang kami lihat saat ini, hanya PT Gag Nikel yang ditindak, sementara tiga perusahaan swasta yang lebih parah tidak disentuh sama sekali,” ujar Bambang dalam keterangannya, Sabtu (7/6/2025).
Advertisement
Tiga perusahaan yang dimaksud adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Bambang menjelaskan, PT ASP, perusahaan asal Tiongkok, telah terindikasi melakukan pelanggaran hukum pidana berdasarkan informasi resmi dari Kementerian Konservasi Hidup yang diterima oleh Komisi XII DPR RI.
Perusahaan ini disebut menyebabkan pencemaran dan merusak ekosistem laut di wilayah operasinya.
Sementara itu, PT KSM diketahui telah membuka lahan sejak 2023 dan mulai menambang pada 2024.
Bambang menyebut lokasi tambangnya berada amat dekat dengan kawasan konservasi Raja Ampat, sehingga berisiko besar terhadap keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.
Adapun PT MRP baru memulai pengeboran di 10 titik, namun disebut belum memiliki izin konservasi yang sah.
Aktivitas ini menurut Bambang tetap tergolong pelanggaran hukum karena dilakukan tanpa dasar hukum yang memadai.
Bambang menyebut, justru PT Gag Nikel—yang merupakan anak usaha BUMN PT Antam—yang ditindak oleh pemerintah melalui penghentian sementara operasional.
Padahal, menurut informasi Kementerian Konservasi Hidup yang disampaikan ke Komisi XII, PT Gag hanya melakukan pelanggaran hukum minor.