Beritasaja.com, Jakarta - Usman Hamid mengenang kembali masa-masa pada 1998 silam.
Dia adalah satu dari sekian banyak mahasiswa yang turun ke jalan menuntut reformasi.
Hal itu dimulai dari situasi krisis komersial yang terjadi pada 1997.
Tahun ketika negeri ini remuk dihantam krisis moneter.
Nilai rupiah ambruk dan harga sembako melonjak.
Namun krisis komersial tak bisa terus dihadapi dengan diskusi dan karung beras.
"Jadi bulan-bulan di tahun 1997 itu banyak saya manfaatkan untuk kegiatan-kegiatan menyikapi krisis moneter," kata Usman Hamid memulai perbincangan, Rabu (21/5/2025).
Advertisement
Tapi di benak Usman, bayangan ibunya yang melarang turun ke jalan tak kunjung hilang.
Ibunya takut anaknya bernasib sama seperti para mahasiswa yang diculik dan tak kembali.
Tapi keresahan batin tak bisa dibungkam.
Di penghujung 1997, Usman dan kawan-kawan kampusnya mulai mengadakan rapat-rapat senat mahasiswa.
Tempatnya di Kampus A, Grogol.
Di sanalah ide-ide perlawanan mulai dibicarakan.
Sehari dua kali rapat digelar merancang mimbar bebas dan menggagas aksi jalanan.
Bagi Usman, itu adalah momen krusial.
Dia terperosok makin dalam di gerakan mahasiswa.
Kampus Trisakti bukan satu-satunya tempat berkumpul.
Rapat-rapat juga digelar di kampus lain, bahkan di rumah teman.
Namun titik kumpul utama tetap di Kampus A Trisakti, Grogol.
Tak jarang ia menginap di masjid dekat Trisakti.
Kala itu belum banyak mahasiswa punya telepon genggam, sehingga absennya seseorang dari rumah bisa berarti kekhawatiran panjang bagi keluarga.
Mereka menyusun enam agenda reformasi: pemberantasan KKN, supremasi hukum, penghapusan dwi fungsi ABRI, otonomi daerah, penghapusan daerah operasi militer (DOM), serta demokratisasi.