Beritasaja.com, Jakarta - Awal 1974, sebuah telepon dari Jakarta membuyarkan rutinitas B.J.
Habibie di Jerman.
Lewat Dirut Pertamina, Ibnu Sutowo, Presiden Soeharto memanggilnya pulang ke Indonesia.
Tanah air sedang bersiap masuk tahap kedua pembangunan jangka panjang, dan butuh sosok ahli rekayasa yang bisa bantu membangun industri strategis.
Ingatan Soeharto langsung tertuju pada Habibie—si jenius dari Parepare yang sedang bersinar di perusahaan pesawat terbang Jerman, MBB.
Demikian kisah itu ditulis Soeharto dalam buku Setengah Abad BJ Habibie yang merupakan bunga rampai tulisan dari banyak teman dan keluarga menyambut usia 50 tahun BJ Habibie.
Baca Juga
- Kisah Pertemuan Terakhir Soeharto dan Habibie
- Detik-Detik Lengsernya Soeharto dan Pelantikan Habibie 27 Tahun Lalu
- Puji Jasa Semua Pendahulunya, Prabowo: Saya Beruntung Jadi Presiden
"Untuk mempersiapkan pembentukan Badan Pengkajian dan Penerapan Rekayasa, di bulan Januari 1974 melewati Dirut Pertamina saya panggil BJ Habibie yang berada di Jerman itu.
Saya ingin mengetahui secara langsung mengenai kesediannya kembali ke Persegi Air, mengingat kedudukannya di luar negeri telah mapan, baik jabatannya maupun penghasilannya," tulis Soeharto dikutip Beritasaja.com, Selasa (20/5/2025).
Advertisement
Dalam buku Mr.
Crack dari Parepare: Kisah Inspiratif B.J.
Habibie karya A.
Makmur Makka disebutkan bahwa Habibie sejatinya sudah sejak lama siap pulang.
Lewat iparnya, Kolonel Subono, ia sempat menyampaikan niat itu pada Soeharto sejak 1966.
Tapi saat itu, Soeharto meminta Habibie untuk terus menimba ilmu.
"Waktu itu saya memberi petunjuk agar ia tetap saja melanjutkan studinya dulu, sampai pada waktunya nanti saya memanggilnya," kata Soeharto.